21.25
Reporter:
eksentrik artistik
Betulkah Bandung kota seniman?
Adakah tempat bagi seniman untuk berekspresi?
Adakah ruang publik untuk mengapresiasi karya seni?
Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, merupakan salah satu tamu undangan istimewa dalam pergelaran Titik Api yang diselenggarakan di Sasana Budaya Ganesha, Jumat, 5 Juni 2009 yang lalu.
Setelah kegiatan itu berlangsung secara meriah, secara spontan perwakilan Yayasan Harry Roesli, Aat Suratin memanggil Gubernur untuk turut tampil ke atas pentas. "Ya, ini spontan saja ya, sekarang di sini sedang ada orang paling penting di Jawa Barat, nah kita dengarkan bagaimana tanggapannya terhadap nasib kesenian ya..." ujar Aat yang kemudian diikuti oleh tepuk tangan penonton mengiringi langkah Ahmad Heryawan ke atas paggung.
"Ya, semangat Harry Roesli ini memang harus kita jaga ya. Karena kesenian merupakan salah satu alat untuk menyampaikan kebenaran. Kesenian dan kebenaran itu sejatinya beriringan. Jangan sampai apa yang tidak benar jadi dibenarkan atas nama seni. Dengan adanya kreasi kita dapat membuat hal yang benar menjadi menarik dan mudah untuk di terima," papar Ahmad Heryawan.
Ahmad Heryawan kemudian memunculkan sebuah pernyataan yang membuat ribuan pengunjung Sabuga malam itu menjadi berguruh, "Nah, sekarang masalahnya, kota ini banyak melahirkan seniman besar seperti Harry Roesli. Tapi di kota yang katanya pabrik seniman, ini justru tidak ada tempat untuk menampilkan karya-karyanya...". "Nah, itu dia pak..." celetuk Aat. "Maka dari itu, sekarang kita cari dimana tempat yang cocok... kita dirikan sebuah tempat sebagai wadah bagi para seniman untuk menumpahkan ekspresinya agar masyarakat dapat mengapresiasi", lanjut Ahmad Heryawan yang disusul gemuruh tepuk tangan pengunjung.
Ya, kita nantikan saja... semoga apa yang Gubernur Jawa Barat sampaikan dapat dibuktikannya, dengan demikian peluang kesenian dan tradisi untuk terus berkembang semakin terbuka lebar.
Read more...
20.45
Reporter:
eksentrik artistik
Titik Api
...dalam ketulusan hati / da-mi-na
tangga nada karawitan Sunda / dimiliki semua orang /
namun sayangnya. kemudian/
dijadikan perbantahan
"Jangan matikan lampu di meja kerja saya...", itulah salah satu pesan terakhir Almarhum Harry Roesly yang wafat di tahun 2004. Semangat berkarya yang tak pernah padam adalah esensi dari pesan tersebut.
Dan kecintaan Harry terhadap seni kini menggelora di jiwa orang-orang yang dekat dengannya - mengenalnya - atau bahkan penikmat karyanya. Pada tanggal 5 Juni 2009, Sasana Budaya Ganesha dipenuhi oleh ribuan undangan yang akan menyaksikan sebuah pergelaran bertajuk Titik Api.
Titik Api adalah sebuah pertunjukkan yang memadukan olah musik dan tari dalam konsep teaterikal yang memukau. Kegiatan ini dibuka oleh putra sulung Harry - La Yala Krisna Patria Roesli dengan membunyikan sebuah rekaman suara asli Almarhum tentang hidup. Rekaman tersebut diputar pada sebuah player usang di atas meja kerja Almarhum lengkap dengan lampu kerja yang tak pernah dimatikan itu.
Setelah itu satu demi satu pengisi acara tampil ke atas pentas, menggemakan semangat berkarya yang berkobar. Candil yang memiliki suara melengking yang khas membuka pertunjukkan dengan megah. Dilanjutkan oleh Ipang BIP yang masuk ke arena dengan menaiki motor besar. Selanjutnya, penyanyi Netta, Dira, serta Trie Utami dan Purwacaraka tampil membawakan karya-karya Harry Roesly. Selain itu ada pula gitaris blues handal Rama Jaque Mate. Salah seorang pengunjung, Adessa Suriadinata (20) berkomentar, "Permainan musik Rama itu sangat keren...". Tania Kardin (20) menambahkan, "Mainnya memang selalu memesona, bahkan biasanya Rama sampai banting gitar di akhir penampilannya... tapi sekarang kok ga dibanting ya... " ujarnya sambil tertawa ringan.
Tampil pula seniman didikan Harry Roesly yang telah melanglang buana, Arry Juliant. Bersama sejumlah anak didik RMHR - Rumah Musik Hari Roesly - Ia mempersembahkan sesuatu yang unik; perpaduan suara air mengalir, suara burung, dan alunan musik yang harmonis, serta lirik yang menggelitik, "Indonesia tanah airku.. tanah bayar... air juga bayar..."
Pertunjukan berlangsung selama 3 jam, berakhir pada 23.00 WIB. Lagu "Janganlah Menangis Indonesia" menjadi lagu ketigabelas yang dinyanyikan seluruh pengisi acara sebagai penutup acara ini. Sebuah titik api yang menyulut semangat berkarya di kemudian hari.
Read more...
13.27
Reporter:
eksentrik artistik
“I see myself as more of an artist than a music artist. Music is something I just happen to be good at.”
(Stina Nordenstam)
Saya selalu tertarik dengan hal-hal eksentrik. Yang terlihat berbeda, yang terasa berbeda, yang terdengar berbeda. Sebuah peralihan dari hal-hal yang terlihat, terasa, atau terdengar monoton.
Since music is my biggest lust, maka saya akan memberikan penyegaran baru untuk telinga hari ini. Jadi inilah dia, a couple years ago I heard this eccentric delicate music. Sebuah musik lama yang saking saya suka, sampai-sampai diulas dalam blog ini.
Pada awalnya saya tidak tahu siapa penyanyi dan judul lagunya. Saya mendengarnya dari sebuah kaset yang didapat dalam kotak di gudang rumah saya. Sebuah kaset berdebu tanpa cover. Yang saya tahu, tercetak tulisan berjudul “Romeo + Juliet Soundtrack” di permukaan kaset itu.
Karena tertarik terhadap suara childish ditambah musik yang berpadu dengan suara choir gereja, akhirnya saya mencari tahu siapa sosok dibelakang suara yang saya kagumi. That gloomy, lovely, little macabre voice. Suara romantis yang kadang membuat merinding dengan tiba-tiba.
Then I found it, “Little Star”, song by a Swedish girl named Kristina Marianne Nordenstam. Tidak banyak yang mengetahui tentang dirinya. Stina dikenal sebagai seorang penyendiri. Lebih memilih untuk menyebut dirinya sebagai seorang seniman daripada seorang penyanyi. Jadi dia membuat sebuah pilihan : opting not to play live and rarely giving interviews.
Bahkan dia menutupi penampilan aslinya menggunakan wig dan make-up untuk pemotretan cover album dan majalah, sehingga tidak banyak yang mengetahui “the real her”. Walaupun begitu bisikan halus Stina Nordenstam yang sukar dipahami mampu mengangkat rahasia berat menjadi sebuah nyanyian.
Saya kemudian beranjak mendengarkan Purple Rain, Dynamite, Keen Yellow Planet, dan belasan bahkan puluhan lagu lainnya. Musiknya selalu dibanding-bandingkan dengan musik wanita Icelandic, Bjork, tanpa elemen elektroniknya.
HER ECCENTRIC VOICE. Inilah yang membuat saya tertarik dan terus mencari tahu tentang sosok Stina Nordenstam. Suara childishnya menghamburkan aroma depresi. Terkadang bisa membuat merinding di tengah-tengah keromantisan, murung di tengah anarki, atau bernafsu di dalam keduanya. Hard to explain, you can hear and compare it by your self. Skak Mat!
Albums :
Read more...
20.25
Reporter:
eksentrik artistik
Selamat datang di era digital dunia mode dan gaya. Sambutlah sebuah website yang akan memperluas khazanah gaya anda - LookBook.nu dengan tagline collective fashion consciousness. Pada situs ini anda akan menemukan beragam penampilan gaya dari pria dan wanita di seluruh penjuru dunia.
Saat anda memasuki situs ini, anda akan disambut dengan halaman "hot". Disana anda dapat melihat kumpulan pria dan wanita paling gaya sedunia berdasarkan voting harian yang dilakukan oleh pengguna LookBook. Pengguna LookBook dapat memberikan suara pada siapa pun yang disukai gayanya dengan mengklik panel "hype". Semakin banyak "hype" yang diperoleh seseorang maka ia akan semakin "hot".
Selain halaman "hot", ada pula halaman "new" yang memuat postingan gaya terbaru, serta halaman "top" yang memuat peringkat "hype" setiap minggunya.
LookBook merupakan sebuah website jejaring sosial yang diciptakan bagi para pecinta fesyen untuk bertukar ide dan konsep dalam hal penampilan. Namun LookBook tidak seperti Facebook, meskipun termasuk ke dalam kategori website jejaring sosial bukan berarti yang tidak memiliki akun tidak bisa menikmatinya. Hanya saja untuk mendapatkan keanggotaan - agar anda dapat membuat posting - anda harus mendapatkan undangan dari pengguna LookBook yang terdahulu. Mungkin hal ini dilakukan oleh admin LookBook agar situs ini terjaga eksklusifitasnya.
Read more...
20.03
Reporter:
eksentrik artistik
Read more...
20.01
Reporter:
eksentrik artistik
Kamera
Karya
Kriya
dia
SYARA!
Diana. Itulah nama kamera kesayangannya. Sebuah kamera yang diproduksi di Rusia oleh sebuah perusahaan bernama Lomo. Santika Syaravina yang akrab disapa Syara sangat mencintai fotografi. Ia banyak berkesprimen dengan berbagai alat untuk mengabadikan suatu momen. Selain menggunakan kamera analog, Syara bermain pula dengan kamera sederhana yang berbahaknkan kaleng dan dilubangi sebesar lubang jarum - pinhole camera.
Kecintaan Syara terhadap dunia fotografi memberinya sebuah ilham dalam mengahsilkan karya kerajinan tangan. Ia memotong-melipat-menggulung roll film seluloid 135 mm dan 120 mm menjadi beberapa benda yang unik; corsage pada tas, kalung, aksesori topi fedora, bahkan kaca mata yang bergaya lady gaga - penyanyi techno pop Amerika.
Warna-warna yang dipilihnya pun mewakili warna yang melekat pada tubuh Diana - kamera kesayangannya itu. Iya yakin bahwa desain ini memiliki daya pakai yang tinggi, "Karya saya ini mewakili anak masa kini yang tinggal di kota besar. Terinspirasi dari budaya urban yang prkatis dan sederhana namun tetap memiliki daya tarik yang kuat."
Kreativitas Syara dapat menjadi inspirasi bagi kita semua, bahwa untuk membuat sesuatu yang menarik itu dapat kita mulai dari hal yang dekat dengan kita. Apa hobi anda? Kembangkan itu dan jadilah sesuatu untuk bangsa! Let's Do It Yourself!!!
Read more...
19.59
Reporter:
eksentrik artistik
Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB tampaknya terus berusaha untuk tampil sebagai institusi pendidikan seni terbaik di Indonesia - terbukti dengan gelaran demi gelaran pameran yang tak ada hentinya.
Setelah menyelenggarakan Pameran Jurusan Kriya beberapa hari sebelumnya, pada 2-3 Juni 2009 FSRD ITB kembali mempersebahkan sebuah pameran seni rupa bertajuk Pameran TPB FSRD 2008 di Gedung Serbaguna Kampus Ganesha ini. Ya, sebuah ajang bagi mahasiswa FSRD angkatan 2008 untuk menunjukkan karya-karya terbaiknya sepanjang satu tahun pertama di masa Tahap Persiapan Bersama (TPB) sebelum melanjutkan pendidikan berikutnya di jurusan yang mereka pilih.
Karya yang ditampilkan meliputi karya nirmana dua dimensi yang berbahan kertas dan pewarna serta tiga dimensi yang menggunakan material sedotan, kawat, serta gips. Sebanyak 200 mahasiswa terlibat dalam kegiatan ini.
Kendati karya yang ditampilkan cukup memanjakan mata, sslah seorang pengunjung, Emeraldi, Mahasiswa Desain Produk ITB angkatan 2007 menyayangkan perubahan konsep karya nirmana dua dimensi, "Sayang sekali, karya nirmana dua dimensinya itu olah awalnya menggunakan komputer, berbeda dengan angkatan saya tahun lalu. Memang menarik tapi yaa sayang saja... ada unsur 'pengasah skill' yang hilang. Terlepas dari itu karya tiga dimensi teman-teman sudah oke."
Pada hari kedua, diadakan pula sebuah talkshow bertajuk "Siapa Takut? Siapa Berani?" pada pukul 09.00-11.00 WIB. Kegiatan ini gratis dan terbuka untuk umum. Talkshow ini merupakan sebuah alternatif untuk menemukan jawaban dari pertnyaan: "Apa yang menanti mahasiswa FSRD di masa yang akan datang?" Primadi Tabrani, guru besar FSRD ITB, serta dua orang alumni FSRD ITB, Albert Yonathan Setyawan (seni keramik) dan Enarldo Tadya Girardi (desain komunikai visual) berbagi pandangan mereka tentang masa depan dunia yang konon berbasiskan bahasa rupa.
Read more...
08.33
Reporter:
eksentrik artistik
Bermain dengan air dan kertas... Mengulas warna-warni membentuk citra, menuangkan yang tertera dalam imajinasi menjadi nyata. Inilah tiga karya Andika Surasetja -- seorang mahasiswa biasa -- di penghujung tahun 2008. di tengah kejenuhannya menghadapi keseharian yang membosankan. Anda bebas memaknainya sebagai apa. Ini bukan hal penting... hanya sebuah bentuk ekspresi yang bebas... :)kematian kucing garong
ekspektasi tinggi
diburu waktu
Read more...